Sejarah Lengkap dan Latar Belakang Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat,
Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Aceh dan Sulawesi Selatan
Berikut ini adalah pembahasan lengkap tentang Pemberontakan DI/TII yang
meliputi Pemberontakan DI/TII, Pemberontakan DI/TII di jawa barat,
Pemberontakan DI/TII di jawa tengah, Pemberontakan DI/TII di aceh,
Pemberontakan DI/TII di kalimantan selatan, Pemberontakan DI/TII di
sulawesi selatan, latar belakang Pemberontakan DI/TII, pemimpin
Pemberontakan DI/TII, peristiwa Pemberontakan DI/TII, sejarah
Pemberontakan DI/TII.
Gerakan DI/TII
Rongrongan terhadap keamanan dalam negeri juga dilakukan DI/TII.
Pemberontakan DI/TII merupakan suatu usaha untuk mendirikan negara Islam
di Indonesia. Pemberontakan DI/TII terjadi di beberapa daerah di
Indonesia, antara lain di Jawa Barat, di Jawa Tengah, di Aceh, dan di
Sulawesi Selatan.
A. Gerakan DI/TII di Jawa Barat
Gerakan DI/TII di Jawa Barat muncul pada waktu terjadi penarikan pasukan
TNI dari wilayah yang diduduki Belanda ke wilayah RI sebagai akibat
persetujuan Renville.
Akan tetapi, anggota Hizbullah dan Sabilillah tidak mengikuti ketentuan
persetujuan Renville. Kedua laskar itu berada di bawah pengaruh
Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo.
|
Gambar: Kartosuwirjo,
pemimpin gerakan DI/TII di Jawa Barat. Tujuan utama gerakan ini adalah
untuk membentuk Negara Islam Indonesia. |
Semula Kartosuwirjo ikut bergerilya di daerah Jawa Barat. Ia ingin
mendirikan negara Islam lepas dari Republik Indonesia. Untuk itu ia
menghimpun orang-orang yang setia kepadanya dalam tentara Darul Islam.
Pada tanggal 4 Agustus 1949 Kartosuwirjo memproklamasikan berdirinya
Negara Islam Indonesia (NII). Tindakan Kartosuwiryo itu dianggap
membahayakan persatuan dan kesatuan nasional.
Penumpasan Gerakan DI/TII di Jawa Barat memakan waktu yang lama. Baru
pada tahun 1960-an, Divisi Siliwangi mulai melancarkan operasi secara
sistematis dan besar-besaran.
Dengan dibantu rakyat dalam operasi “Pagar Betis”, pada tahun 1962
gerakan DI/TII akhirnya dapat dihancurkan. Kartosuwiryo dapat ditangkap
di Gunung Geber. Ia kemudian dihukum mati.
B. Gerakan DI/TII di Jawa Tengah
Seperti di Jawa Barat, unsur-unsur pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah
sudah mulai ada sejak masa Perang Kemerdekaan. Di Jawa Tengah,
pemberontakan DI/TII terjadi di berbagai daerah.
Pada mulanya pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah dipimpin
Amir Fatah. Gerakan Amir Fatah yang menamakan diri Majelis Islam bergerak di daerah Brebes, Tegal, dan Pekalongan.
Setelah bergabung dengan Kartosuwirjo, Amir Fatah diangkat sebagai Komandan Pertempuran Jawa Tengah.
|
Gambar: Amir Fatah (paling kanan), pemimpin gerakan DI/TII di Jawa Tengah, sedang berdiskusi dengan rekan seperjuangan. |
Sementara itu, di daerah Kebumen terjadi pemberontakan yang digerakkan Angkatan Umat Islam yang dipimpin
Moh. Mahfudz Abdul Rachman (Kyai
Somolangu). Pemberontakan ini dapat ditumpas dalam waktu tiga bulan.
Sisa-sisa laskar yang lolos bergabung dengan DI/TII Kartosuwirjo.
Pada mulanya gerakan DI/TII di Jawa Tengah sudah mulai terdesak oleh
TNI. Akan tetapi, pada bulan Desember 1951 mereka menjadi kuat kembali
karena mendapat bantuan dari Batalyon 426.
Batalyon 426 di daerah Kudus dan Magelang memberontak dan menggabungkan
diri dengan DI/TII. Kekuatan batalyon pemberontak ini dapat dihancurkan.
Sisa-sisanya lari ke Jawa Barat bergabung dengan DI/TII Kartosuwirjo.
|
Gambar: Anggota DI/TII eks Batalyon 426 yang memberontak di Jawa Tengah berhasil ditawan oleh pasukan TNI. |
Sementara itu, di daerah Merapi dan Merbabu terjadi kerusuhan yang
dilakukan gerakan Merapi Merbabu Complex (MMC). Gerakan ini dapat
dihancurkan TNI pada bulan April 1952. Sisa-sisanya menggabungkan diri
dengan DI/TII.
Kekuatan DI/TII di daerah Jawa Tengah yang semula dapat dipatahkan
justeru menjadi kuat lagi karena bergabungnya sisa-sisa Batalyon 426.
Untuk mengatasi gerakan itu, segera dibentuk pasukan Banteng Raiders.
Pasukan itu kemudian mengadakan operasi kilat yang dinamakan Gerakan
Banteng Negara (GBN).
Pada tahun 1954, gerakan DI/TII di Jawa Tengah dapat dihancurkan setelah
pusat kekuatan gerakan DI/TII di perbatasan Pekalongan-Banyumas
dihancurkan.
C. Gerakan DI/TII di Kalimantan Selatan
Gerakan DI/TII di Kalimantan Selatan dikobarkan
Ibnu Hadjar, seorang bekas Letnan Dua TNI. Ia memberontak dan menyatakan gerakannya sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwiryo.
Dengan pasukan yang dinamakannya Kesatuan Rakyat yang Tertindas, Ibnu
Hadjar menyerang pos-pos kesatuan tentara di Kalimantan Selatan dan
melakukan tindakan pengacauan pada bulan Oktober 1950.
Pemerintah memberi kesempatan kepada Ibnu Hadjar untuk menghentikan
pemberontakannya secara baik-baik. Ia pernah menyerahkan diri dengan
pasukannya. Ia diterima kembali ke dalam Angkatan Perang Republik
Indonesia. Namun ia melarikan diri dan melanjutkan pemberontakan.
Pemerintah RI akhirnya mengambil tindakan tegas. Pada akhir tahun 1959,
pasukan gerombolan Ibnu Hadjar dapat dimusnahkan. Ibnu Hadjar sendiri
dapat ditangkap.
D. Gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan
Gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan dipimpin oleh
Kahar Muzakar. Kahar Muzakar adalah seorang pejuang kemerdekaanyang selama Perang Kemerdekaan ikut berjuang di Pulau Jawa.
Setelah Proklamasi kemerdekaan Kahar Muzakar kembali ke Sulawesi
Selatan. Ia berhasil menghimpun dan memimpin laskar-laskar gerilya di
Sulawesi Selatan. Laskar-laskar itu bergabung dalam Komando Gerilya
Sulawesi Selatan (KGSS).
Pada tanggal 30 April 1950, Kahar Muzakar mengirim surat kepada
pemerintah dan pimpinan APRIS. Ia meminta agar semua anggota KGSS
dimasukkan dalam APRIS dengan nama Brigade Hasanuddin.
Permintaan itu ditolak karena hanya mereka yang lulus dalam penyaringan
saja yang dapat diterima dalam APRIS. Pemerintah mengambil kebijaksanaan
untuk menyalurkan bekas gerilyawan ke dalam Korps Cadangan Nasional.
Kahar Muzakar sendiri diberi pangkat Letnan Kolonel.
Pendekatan-pendekatan yang dilakukan pemerintah tampaknya akan membawa
hasil. Akan tetapi, pada saat akan dilantik, Kahar Muzakar bersama anak
buahnya melarikan diri ke hutan dengan membawa berbagai peralatan yang
diberikan.
Peristiwa itu terjadi pada tanggal 17 Agustus 1951. Pada bulan Januari
1952, Kahar Muzakar menyatakan daerah Sulawesi Selatan sebagai bagian
dari Negara Islam Indonesia di bawah pimpinan Kartosuwirjo.
Pemerintah memutuskan untuk mengambil tindakan tegas dan mulai
melancarkan operasi militer. Operasi penumpasan gerakan Kahar Muzakar
memakan waktu yang lama.
Pada bulan Februari 1965, Kahar Muzakar tewas dalam suatu penyerbuan.
Bulan Juli 1965, Gerungan (orang kedua setelah Kahar Muzakar) dapat
ditangkap. Dengan demikian, berakhirlah pemberontakan DI/TII.
E. Gerakan DI/TII di Aceh
Gerakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh
Tengku Daud Beureueh. Tengku Daud Beureueh adalah Gubernur Militer Daerah Istimewa Aceh.
Pada tanggal 20 September 1953, Daud Beureueh mengeluarkan maklumat yang
menyatakan bahwa Aceh merupakan negara bagian dari NII di bawah
Kartosuwiryo.
Setelah itu, Tengku Daud Beureueh mengadakan gerakan dan mempengaruhi rakyat melalui propaganda terhadap pemerintah RI.
Untuk menghadapi gerakan itu, pemerintah mengirim pasukan yang
dilengkapi persenjataan lengkap. Setelah beberapa tahun dikepung, baru
pada tanggal 21 Desember 1962 tercapailah Musyawarah Kerukunan Rakyat
Aceh.
|
Gambar: Patroli pasukan polisi Brigade Mobil dalam melaksanakan tugas pemulihan keamanan di Aceh Timur pada tahun 1954. |
Banyak dari gerakan itu yang kembali ke pangkuan RI. Dengan demikian,
pemberontakan DI/TII di Aceh dapat diselesaikan dengan cara damai.
Pemimpin dari gerakan ini pun setuju untuk kembali ke pangkuan RI.
Prakarsa penyelesaian di Aceh tersebut dipimpin oleh Kolonel M. Jasin, Panglima Kodam I Iskandar Muda. (
Wallahu a'lam tentang kebenaran propaganda sejarah ini)